Selasa, 07 Januari 2014

Diksi ( Pemilihan kata)

Pengertian Diksi

dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti "diksi" yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata - seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, daripada pemilihan kata dan gaya.

Diksi memiliki beberapa bagian; pendaftaran - kata formal atau informal dalam konteks sosial - adalah yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana satu kalimat menghasilkan intonasi dan karakterisasi, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaks.

Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna :
Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1.        Makna Leksikal  
       makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.
 
2.     Makna Referensial dan Nonreferensial :
       Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
 
3.      Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.  Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.
 
4.      Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.
 
5.      Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan.  Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.
6.     
         Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.  Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa
7.      Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.

Kalimat efektif

B. KALIMAT EFEKTIF
PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki sekurang-kurangnya subjek dan predikat.Bagi seorang pendengar atau pembaca, kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau pikiran.Sedangkan bagi penutur atau penulis, kalimat adalah satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan kata.
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat. Pengertian edektif dalam kalimat adalah ketepatan penggunaan kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu .
Beberapa definisi kalimat efektif menurut beberapa ahli bahasa:

1.Kalimat efektif adalah kalimat yang bukan hanya memenuhi syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada diri pembaca. (Rahayu: 2007)

2.Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan jelas sehingga dengan
mudah dipahami orang lain secara tepat. (Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan:2001)

3.Kalimat efektif adalah kalimat yang
memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas, dan enak dibaca. (Arifin: 1989)

4.Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca. (Nasucha, Rohmadi, dan Wahyudi: 2009) Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kata kunci dari definisi kalimat efektif yaitu sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami. Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
CIRI CIRI KALIMAT EFEKTIF

1. Kesepadanan struktur bahasa
2. Keparalelan atau kesejahteraan bentuk
3. Ketegasan Kata
4. Kehematan Kata
5. Kesatuan gagasan
6. Kelogisan

MAKALAH PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DAN EYD

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahasa adalah suatu elemen penting dalam kehidupan masyarakat yang dipergunakan sebagai suatu sistem komunikasi baik secara tertulis maupun lisan. Peranannya sangat berpengaruh dalam interaksi sosial manusia. Namun masyarakat tidak bisa sembarang menggunakan suatu bahasa agar dapat menciptakan hubungan yang harmonis antar sesamanya, diperlukan aturan untuk membuat bahasa tersebut dipergunakan dengan baik dan benar. Ejaan Yang Disempurnakan adalah sub materi dalam ketatabahasaan yang mempunyai peran besar dalam mengatur dan mengawasi etika berhasa secara baik, benar, tepat, komprehensif dan terarah. 

EYD perlu diterapkan dalam kehidupan agar masyarakat bisa melakukan kemampuan bahasa yang sesuai dengan keseragaman dan keteraturan hidup. EYD dapat diartikan sebagai pedoman untuk menyempurnakan bahasa. Tanpa EYD dapat menimbulkan tidak terciptanya ketertiban, ketepatan, dan kejelasan makna dalam bahasa. Oleh karna itu masyarakat harus melatih kemampuan berbahasa berdasarkan EYD khususnya dalam bahasa tulis.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian EYD ?
2. Sejarah EYD
3. Tata cara penggunaan EYD
4. Pengertian Kalimat Efektif
5. Tata cara menggunakan Kalimat efektif

C. TUJUAN

1. Dapat memahami arti dari EYD
2. Dapat memahami tata carapenggunaan EYD
3. Dapat memahami  ciri ciri kalimat efektif

BAB II
LANDASAN TEORI

Penerapan Ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901 dengan menggunakan huruf latin untuk bahasa melayu. Nama ejaan didasarkan pada perancangnya yaitu seorang belanda yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Tahib Soetan Ibrahim. Ejaan ini hanya berlaku hingga tahun 1947. Pada tahun tersebut Ejaan Van Ophuijsen diganti namanya menjadi Ejaan Republik. Pada tahun 1956 diciptakan Ejaan Melindo. Pengesahan EYD dilakukan pada tahun 1972.

BAB III
PEMBAHASAN

A. EYD

 PENGERTIAN  EYD

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan dengan cara yang baik dan benar.

\SEJARAH EYD 


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”. 
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Ejaan Van Ophuijsen
b. Ejaan Soewandi
c. Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
d. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
- Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
2. Ejaan Soewandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
- Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
- Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak,pak, rakjat, dsb.
- Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,ke-barat2-an.
- Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
3. Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

 PENGGUNAAN EYD

Penggunaan Angka atau Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Ditulis dengan angka Arab atau Romawi.
2. Angka dipakai untuk menyatakan ukuran panjang, berat, luas, isi; satuan waktu; nilai uang; dan kuantitas.
3. Angka dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4. Angka dipakai untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5. Penulisan lambang bilangan dengan huruf secara umum dipisahkan antar tiap bagian dan awalan “per-” (untuk pecahan) digunakan menyatu dengan bagian yang langsung mengikutinya.
6. Lambang bilangan tingkat dituliskan dengan tiga cara: angka Romawi, tanda hubung antara “ke-” dan angka, atau dirangkai jika angka dinyatakan dengan kata.
7. Lambang bilangan yang mendapat akhiran “-an” ditulis dengan tanda hubung antara angka dan “-an” atau dirangkai jika angka dinyatakan dengan kata.
8. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah.
9. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja agar mudah dibaca.
10.Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus, kecuali dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Jika dituliskan sekaligus, penulisan harus tepat.
11.Tanda hubung “ke-” tidak disambung pada bilangan yang menyatakan jumlah. Misalnya: Keempat anak tersebut sedang bersenang-senang.
Singkatan dan Akronim
1. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri dari satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan/organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
c. Singkatan umum yang terdiri dari tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Tetapi, singkatan umum yang terdiri hanya dari dua huruf diberi tanda titik setelah masing-masing huruf.
d. Lambang kimia, singkatan satuan ukur, takaran, timbangan, dan mata uang asing tidak diikuti tanda titik.
2. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, suku kata, ataupun huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun huruf dan suku kata dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kecil.
Penulisan kata
Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kata turunan (lihat pula penjabaran di bagian Kata turunan)
3. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola [1].
4. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk tangan, garis bawahi
5. Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
6. Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
7. Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
9. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
10.Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
11.Beberapa gabungan kata yang sudah lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.
12.Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya) ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu, miliknya.
13.Kata depan atau preposisi (di [1], ke, dari) ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar, kemari, dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
14.Artikel si dan sang ditulis terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
15.Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah, apatah.
16.Partikel -pun ditulis terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun, dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
17.Partikel per- yang berarti “mulai”, “demi”, dan “tiap” ditulis terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
Bahasa Serapan
Bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah di Indonesia maupun dari bahasa asing seperti Inggris, Belanda, Arab, dan Sanskerta. Unsur pinjaman tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap, serta unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
Aturan penyerapan imbuhan
1. Aturan-aturan imbuhan serapan dari bahasa asing mengikuti aturan yang kurang lebih sama dengan aturan pembentukan kata berimbuhan lain.
2. Disambung jika menggunakan kata dasar. Contoh: dwiwarna, pascasarjana.
3. Dipisah jika menggunakan kata bentukan atau turunan. Contoh: pra pemilu.
4. Diberi tanda hubung jika kata dasar berawalan huruf kapital. Contoh: non-Indonesia, anti-Israel.
B. KALIMAT EFEKTIF
PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki sekurang-kurangnya subjek dan predikat.Bagi seorang pendengar atau pembaca, kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau pikiran.Sedangkan bagi penutur atau penulis, kalimat adalah satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan kata.
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran yang tepat. Pengertian edektif dalam kalimat adalah ketepatan penggunaan kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu .
Beberapa definisi kalimat efektif menurut beberapa ahli bahasa:

1.Kalimat efektif adalah kalimat yang bukan hanya memenuhi syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada diri pembaca. (Rahayu: 2007)

2.Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan jelas sehingga dengan
mudah dipahami orang lain secara tepat. (Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan:2001)

3.Kalimat efektif adalah kalimat yang
memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah, ringkas, dan enak dibaca. (Arifin: 1989)

4.Kalimat efektif dipahami sebagai kalimat yang dapat menyampaikan informasi dan informasi tersebut mudah dipahami oleh pembaca. (Nasucha, Rohmadi, dan Wahyudi: 2009) Dari beberapa uraian di atas dapat diambil kata kunci dari definisi kalimat efektif yaitu sesuai kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami. Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
CIRI CIRI KALIMAT EFEKTIF

1. Kesepadanan struktur bahasa
2. Keparalelan atau kesejahteraan bentuk
3. Ketegasan Kata
4. Kehematan Kata
5. Kesatuan gagasan
6. Kelogisan





Ejaan Yang disempurnakan

Sejarah EYD
Ejaan yang disempurnakan (eyd) mulai digunakan sejak tahun 1972. Ejaan ini merupakan penyempurnaan dari ejaan yang digunakan sebelumnya seperti ejaan soewandi, ejaan van ophujisen dan lain lain. Pada tanggal 23 mei 1972 menteri pelajaran Malaysia (Tun Husein Onn) dan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia (Mashuri) menyepakati sebuah pernyataan yang isinya mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari dua Negara tersebut mengenai ejaan baru dan ejaan yang disempurnakan. Pada tanggal 16 agustus 1972, berdasarkan keputusan presiden no.57 tahun 1972, berlakulah sistem ejaan latin bagi bahasa melayu dan indonesi.
Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/ Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:
1.      Ejaan Van Ophuijsen
2.      Ejaan Soewandi
3.      Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
4.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
1.      Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 yaitu ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
·         Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
·         Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
·         Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
2.      Ejaan Soewandi
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini lebih dikenal dengan nama ejaan Republik.
Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
·         Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
·         Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
·         Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
·         Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
3.      Ejaan Melindo ( Melayu Indonesia )
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
4.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

A.      Penggunaan EYD yang benar pada penulisan huruf dan kata
·         Penggunaan Huruf Kapital
a)      Jabatan tidak diikuti nama orang
b)      Huruf pertama nama bangsa
c)      Nama geografi sebagai nama jenis
d)      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
e)      Penulisan kata depan dan kata sambung
·         Penulisan Huruf Miring
a)      Penulisan nama buku
Contoh: Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b)      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Contoh: boat modeling, aeromodeling, motorsport.
c)      Penulisan kata ilmiah
Contoh, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
·         Penulisan Kata Turunan
a)      Gabungan kata dapat awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai
b)      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai
·         Penulisan Gabungan Kata
a)      Penulisan gabungan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan gabungan kata mengingatkan, gabungan kata, termasuk istilah khusus.
b)      Penulisan gabungan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan gabungan kata menegaskan, gabungan kata berikut harus ditulis serangkai.
B.      Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1)      PENULISAN PARTIKEL
a)      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang mendahuluinya.
b)      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel menyebutkan, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
2)      PENULISAN SINGKATAN
a)      Penulisan singkatan umum tiga huruf
b)      Penulisan singkatan mata uang
3)      PENULISAN AKRONIM
a)      Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, akronim nama diri yag berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
b)      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
4)      PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD menetapkan empat jenis penulisan angka yaitu :
1.      angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2.      angka digunakan untuk menyatakan :
ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
satuan waktu,
nilai uang, dan
kuanitas.
3.      angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparteman, atau kamar pada alamat.
4.      angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5)      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
1.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
2.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
3.      Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kemudahan.
4.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
5.      Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
C.      Penggunaan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (. )
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
2.      Tanda Koma ( , )
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata tetapidan melainkan.
3.      Tanda Titik Koma (; )
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga.
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.
4.      Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
5.      Tanda Hubung ( – )
Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya, atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
6.      Tanda Pisah ( – )
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun kalimat. 
Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
7.      Tanda Elipsis ( … )
Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.
8.      Tanda Tanya ( ? )
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya
Tanda tanya dipakai di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
9.      Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.
10.  Tanda Kurung (   )
Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau huruf itu dapat juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain.
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
11.  Tanda Petik (“… “)
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
12.  Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing (Lihat pemakaian tanada kurung)
13.  Tanda Ulang ( …2 ) (angka 2 biasa)
Tanda ulang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.
14.  Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring dipakai dalam penomoran kode surat.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat.
15.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ‘ )
Tanda apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata.
D.    Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjamam dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti shuttle cock, reshuffle. Unsur-unsur tersebut di pakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yamg penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.